Sasaran Assesment RTLH
Hujan, Terpal, dan Harapan di Sidoarjo
17/12/2024 | adminSIDOARJO – Selasa, 17 Desember 2024. Di tengah langit Sidoarjo yang tak henti-hentinya menumpahkan airnya, Baznas Sidoarjo bergerak cepat. Sejak pagi, staf pelaksana assessment Program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), Ahmad Richi, menyusuri tiga desa untuk mengecek langsung kondisi rumah warga yang telah mengajukan permohonan “bedah rumah.” Semua rumah ini tak hanya lapuk, tetapi menjadi simbol perjuangan para kepala keluarga perempuan yang bertahan di tengah keterbatasan.
Rumah pertama berada di Desa Semambung, Gedangan, milik Ibu Linawati. Dari luar, tampak jelas atap rumahnya telah ambruk. Sisa-sisa kayu lapuk mencuat di antara lembaran terpal yang dipasang seadanya sebagai penutup darurat. “Kalau hujan deras seperti ini, kami hanya bisa berdoa agar terpalnya tidak robek,” ujar Linawati dengan mata berkaca. Di dalam rumah, genangan air menyisakan jejak hujan semalam. Linawati yang menjadi satu-satunya penopang ekonomi keluarga hanya bisa berharap rumah itu bisa segera diperbaiki. “Kalau tidak, musim hujan begini tidak ada tempat yang bisa kami tinggali.”
Dari Semambung, langkah Ahmad Richi berlanjut ke Desa Gedangan. Di sini, Ibu Kaminatun, seorang perempuan tangguh, tinggal di rumah yang lebih menyerupai reruntuhan. Atapnya tidak lagi berbentuk, hanya tulang-tulang kayu rapuh yang ditopang terpal kusam. “Setiap hujan turun, kami keluar dari rumah. Takut sewaktu-waktu ambruk,” katanya sambil menunjuk bagian atap yang sudah melengkung ke dalam. Kondisi ini bukan hanya bahaya fisik, tetapi juga mental. Ibu Kaminatun menegaskan, saat cuaca ekstrem datang, mereka tidak bisa tidur nyenyak, terus dihantui rasa takut.
Perjalanan assessment Baznas berakhir di Desa Tenggulunan, Candi, di rumah milik Ibu Sumiati. Berbeda dengan dua rumah sebelumnya, rumah Sumiati punya tantangan lain. “Kalau hujan deras, air masuk ke rumah. Dindingnya terlalu rendah,” ujar Sumiati yang sehari-hari bekerja sebagai pengantar anak sekolah. Di dalam rumah, genangan air sering kali mencapai lutut. Aroma lembap menyengat dari dinding yang rapuh. Sumiati, seorang janda, mencoba tegar di hadapan anak-anaknya meski setiap musim hujan seperti ini, harapan untuk rumah yang layak terasa semakin mendesak.
Ahmad Richi, yang hari itu sejak pagi hingga petang bergerak tanpa henti, menjelaskan bahwa assessment ini bukan sekadar mengecek kondisi fisik rumah. “Kami juga menilai kondisi administrasi serta kesejahteraan keluarga. Bantuan ini harus tepat sasaran, baik secara kebutuhan maupun kriteria,” jelasnya di sela-sela perjalanan. Proses ini penting, mengingat program bedah rumah RTLH Baznas menjadi solusi konkret bagi warga yang kondisi hidupnya sangat rentan.
Cuaca ekstrem tahun ini menjadi tantangan tersendiri. Tingginya curah hujan membuat permohonan “bedah rumah” melonjak. Banyak rumah warga yang sebenarnya sudah tidak layak huni semakin terpukul oleh derasnya hujan. “Kami berusaha mendahulukan yang paling mendesak. Ini tidak hanya soal bangunan, tapi juga keselamatan jiwa,” tegas Richi.
Program assessment ini membuka mata, bahwa di balik kemajuan Kabupaten Sidoarjo, masih ada sudut-sudut yang perlu perhatian lebih. Rumah-rumah rapuh seperti milik Ibu Linawati, Ibu Kaminatun, dan Ibu Sumiati adalah wajah nyata perjuangan rakyat kecil. Mereka tak butuh istana, hanya atap yang kuat untuk berteduh, dinding yang kokoh untuk berlindung, dan harapan untuk hidup lebih layak.
Baznas Sidoarjo melalui Program RTLH berkomitmen menyambut harapan-harapan itu. Meskipun hujan terus mengguyur dan jalanan berlumpur, langkah kecil seperti assessment hari ini adalah awal dari perubahan besar. “Kami bergerak bukan hanya karena kewajiban, tapi karena ini amanah kemanusiaan,” tutup Ahmad Richi dengan senyum kelelahan.
