WhatsApp Icon

Maulid Nabi: Manifestasi Cinta dalam Sedekah dan Kebajikan

maulid-nabi-manifestasi-cinta-dalam-sedekah-dan-kebajikan

01/09/2025  |  Penulis: admin

Bagikan:URL telah tercopy
Maulid Nabi: Manifestasi Cinta dalam Sedekah dan Kebajikan

Pengajian Gus Kautsar (27 agustus 2025)

Perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW atau yang populer disebut maulid di bulan Rabiul Awal telah menjadi tradisi yang mengakar kuat dalam kehidupan umat Islam di seluruh dunia. Dari pelosok desa hingga metropolitan, dari Indonesia hingga berbagai belahan dunia lainnya, peringatan ini dilaksanakan sebagai wujud ekspresi cinta dan kegembiraan atas kelahiran sosok yang dijuluki sebagai manusia terbaik dan teladan sepanjang zaman.

Namun, di tengah maraknya perayaan maulid yang sering kali terjebak pada aspek seremonial semata, penting untuk menggali kembali substansi sejati dari tradisi ini. Sebagaimana disampaikan oleh KH Abdurrahman Kautsar (Gus Kautsar) dari Pondok Pesantren Al-Falah Kediri dalam ceramahnya di Desa Semen, Gandusari, Kabupaten Blitar pada 27 Agustus lalu, perayaan maulid yang selaras dengan paham Ahlussunah wal-Jamaah memiliki landasan teologis yang kuat dan dimensi sosial yang mendalam.

Rujukan yang disampaikan Gus Kautsar kepada pandangan Imam Abu Syamah dalam kitab "Al-Ba'its 'ala Inkar al-Bida' wal-'Aw?'id" memberikan perspektif akademis yang mencerahkan. Imam Shihabuddin Abu al-'Abbas Ahmad ibn 'Abd al-Rahman al-Maqdisi al-Syafi'i ini, yang hidup pada abad ke-6 Hijriah, memberikan legitimasi ulama terhadap praktik maulid yang dilakukan di Kota Irbil pada zamannya. Pernyataannya bahwa perayaan tersebut termasuk "perbuatan terbaik pada zaman ini" bukanlah endorsement tanpa dasar, melainkan penilaian komprehensif terhadap praktik yang mencakup sedekah, kebajikan, dan kegembiraan.

Yang menarik dari pandangan Imam Abu Syamah adalah penekanannya pada tiga dimensi fundamental dalam perayaan maulid. Pertama, aspek sedekah yang menunjukkan kepedulian konkret terhadap kesejahteraan sosial. Kedua, praktik berbuat baik yang merefleksikan internalisasi nilai-nilai akhlak mulia yang diajarkan Nabi. Ketiga, dimensi kegembiraan sebagai manifestasi syukur atas nikmat terbesar yang Allah berikan kepada umat manusia melalui pengutusan Rasulullah SAW.

Ketiga elemen ini seharusnya menjadi parameter utama dalam menilai kualitas perayaan maulid. Bukan kemegahan acara atau kemeriahan pertunjukan yang menjadi tolok ukur, melainkan seberapa jauh perayaan tersebut mampu menghadirkan dampak positif bagi masyarakat, khususnya kelompok marginal dan mustahik. Dalam konteks ini, sedekah dan kebajikan bukan sekadar ritual pelengkap, tetapi substansi inti yang membedakan maulid dari perayaan sekular biasa.

Argumentasi Imam Abu Syamah juga menekankan dimensi psikologis dan spiritual dari perayaan maulid. Bahwa praktik ini "mush'irrun bi-ma?abbatin-nab? wa ta'??mihi f? qalbi f?'ilihi" - menunjukkan cinta dan pengagungan terhadap Nabi dalam hati pelakunya. Ini mengindikasikan bahwa maulid yang otentik harus lahir dari motivasi cinta yang tulus, bukan sekadar rutinitas tahunan yang hampa makna.

Lebih lanjut, dimensi teologis yang ditekankan adalah "shukri All?hi 'al? m? mann? bihi min iij?di ras?lihi alladh? arsalahu ra?matan lil-'?lam?n" - ungkapan syukur kepada Allah atas anugerah diciptakannya Rasul yang diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam. Frasa "ra?matan lil-'?lam?n" menjadi kunci penting yang menunjukkan bahwa misi Nabi Muhammad bersifat universal, tidak terbatas pada umat Islam semata, tetapi membawa berkah bagi seluruh umat manusia.

Dalam konteks Indonesia kontemporer, pandangan Imam Abu Syamah ini memberikan framework yang solid untuk mengevaluasi praktik maulid yang berkembang di masyarakat. Perayaan yang sejati seharusnya tidak terjebak pada polarisasi antara yang pro dan kontra maulid, melainkan fokus pada substansi: bagaimana perayaan tersebut mampu menghadirkan dampak positif bagi masyarakat dan merefleksikan nilai-nilai rahmatan lil-'alamin yang dibawa Nabi Muhammad.

Oleh karena itu, maulid yang bermakna adalah yang mampu mentransformasikan cinta kepada Nabi menjadi aksi nyata dalam bentuk kepedulian sosial, pemberdayaan ekonomi umat, dan penguatan solidaritas kemanusiaan. Hanya dengan demikian, perayaan maulid dapat memenuhi kriteria "perbuatan terbaik" sebagaimana yang diamini oleh para ulama salaf, sekaligus menjadi media efektif untuk menyebarkan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil-'alamin di era modern ini.

Wallahua'alam bisshawab

Bagikan:URL telah tercopy
Info Rekening Zakat

Info Rekening Zakat

Mari tunaikan zakat Anda dengan mentransfer ke rekening zakat.

BAZNAS

Info Rekening Zakat