WhatsApp Icon

Atap Rapuh: Tangisan Candipari dan Jatikalang di Bawah Ancaman Derasnya Hujan

22/10/2025  |  Penulis: sudrab

Bagikan:URL telah tercopy
Atap Rapuh: Tangisan Candipari dan Jatikalang di Bawah Ancaman Derasnya Hujan

Berkas Assesment

SIDOARJO – Atap. Seharusnya ia adalah simbol perlindungan, pelindung pertama dari terik dan hujan. Namun, bagi Pak Munasik di Candipari, Porong, dan Ibu Niasih di Jatikalang, Prambon, atap justru menjelma menjadi ancaman sunyi yang rapuh. Di bawah kerangka kayu yang telah lapuk dimakan waktu itulah, harapan untuk hidup layak dipertaruhkan setiap hari. Sebuah potret kemiskinan ekstrem yang disingkap oleh tim asesmen Rumah Tak Layak Huni (RTLH) BAZNAS Sidoarjo pada Selasa, 21 Oktober 2025.

Dipimpin oleh Wakil Ketua III BAZNAS Sidoarjo, Bapak Ach Saleh, tim menjejakkan kaki di dua titik rawan yang membutuhkan sentuhan segera dari dana zakat. Kunjungan pertama mengarah ke rumah Pak Munasik, seorang penjual tahu campur yang ramah namun menyimpan beban berat di pundaknya. Rumah yang ia tinggali bersama istri dan cucunya di Desa Candipari ini, menurut pengakuannya, telah menjadi saksi bisu kebocoran parah selama bertahun-tahun.

"Nggih ngeten niki, bocor kabeh," ujarnya pasrah, menggambarkan kondisi atapnya yang bolong di sana-sini. Saat ditanya sejak kapan kondisi ini terjadi, jawabannya mengiris hati, "Nggih, enten, 5 taun ngoten" (Ya, ada 5 tahun seperti ini). Lima tahun adalah setengah dekade bagi Pak Munasik berjuang mencari nafkah dengan berjualan tahu campur, sembari berharap hujan tidak turun terlalu deras. Selama itu pula, ia harus memastikan dagangannya "Preton" (sudah jualan) setiap pagi, tanpa pernah tahu apakah malamnya ia dan keluarga akan tidur dalam genangan atau tidak. Harapannya sederhana, "Nggih, ben didandani ngoten" (Ya, agar diperbaiki begitu), sebentuk permohonan yang dilampirkan pada setiap desah napas perjuangannya.

Dari Porong, tim bergerak ke Prambon untuk menemui Ibu Niasih, seorang janda yang membesarkan tiga anak seorang diri. Kisahnya tak kalah memilukan, bahkan diperparah dengan kondisi ekonomi yang menjepit. Bu Niasih sehari-hari bekerja sebagai buruh kupas bawang, sebuah pekerjaan kasar dengan upah yang sangat minim.

"Seminggu nggih satus seket," ungkapnya lirih, merujuk pada upah Rp 150.000 yang ia dapat dalam seminggu. Angka ini, jelas Ach Saleh, tidak pernah mencukupi untuk kebutuhan primer empat jiwa, apalagi untuk memperbaiki rumah. Sambil menunjuk ke arah belakang, Bu Niasih membenarkan bahwa seluruh atap rumahnya bocor. "Nggih, rusak niku. Bocor nggih? Nggih, bocor sedanten," katanya, menegaskan bahwa bagian belakang rumahnya adalah yang "paling parah," mengancam keselamatan anak-anaknya.

Ach Saleh menegaskan, dua sasran RTLH ini menjadi prioritas utama. Kerusakan yang dialami Pak Munasik dan Bu Niasih bukan lagi sekadar retak atau bocor ringan, melainkan kerusakan struktural pada atap yang lapuk total, membahayakan penghuni. "Kondisi ini tidak hanya mengancam kesehatan karena lembap, tetapi juga martabat mereka sebagai manusia," tutur Ach Saleh.

Kunjungan asesmen ini bukan akhir, melainkan awal. Data vital yang dikumpulkan BAZNAS Sidoarjo kini telah menjadi dasar kuat untuk segera mengimplementasikan program Bedah Rumah. Dana zakat yang dihimpun masyarakat Sidoarjo akan segera dikonversi menjadi material bangunan; kayu, genteng, dan pekerja yang akan merenovasi total atap kedua rumah ini. Targetnya, mengganti total struktur atap rapuh menjadi atap yang kokoh, mengembalikan rumah Pak Munasik dan Bu Niasih menjadi pelindung sejati. BAZNAS Sidoarjo berkomitmen, bahwa tidak ada lagi air mata yang tumpah akibat air hujan yang masuk ke dalam rumah.

Bagikan:URL telah tercopy
Info Rekening Zakat

Info Rekening Zakat

Mari tunaikan zakat Anda dengan mentransfer ke rekening zakat.

BAZNAS

Info Rekening Zakat