WhatsApp Icon

MENCIPTAKAN INSAN BUDIMAN YANG BERHATI DERMAWAN

03/04/2023  |  Penulis: Pimpinan

Bagikan:URL telah tercopy
MENCIPTAKAN INSAN BUDIMAN YANG BERHATI DERMAWAN

kutipan

OPINI -

Allah membuat suatu perumpamaan (perbandingan): Seorang manusia-hamba yang menjadi milik orang, yang tidak mempunyai kemampuan atas sesuatu apapun, dan seorang lagi yang Kami beri rezeki (penghidupan) yang baik yang mau membelanjakannya baik secara diam-diam ataupun terang-terangan. Apakah keduanya itu bersamaan?

"Segala puji bagi Allah! Tetapi rupanya kebanyakan mereka tidak mau mengerti" (An-Nahl XVI: 75).

I. Bukan untuk memiskinkan

Banyak orang yang terpengaruh secara lahiriyah, bahwa perintah puasa berarti menunjukkan supaya kaum Muslimin hidup miskin dan melarat. Makan dan minumnya selama satu bulan Ramadhan dikurangi, nafsunya untuk berlomba mencari rezeki penghidupan menjadi menurun, sehingga dengan latihan puasa menjadi orang lemah yang kekurangan makan, kurang nafsu bekerja, dan lemas tiada berdaya.

Semua alasan dipakai untuk menjatuhkan nilai puasa, entah alasan/kurang gizi dan vitamin, ataukah kelemahan jasmani karena tidak makan siang hari, yang menyebabkan orang yang puasa itu malas bekerja dan suka hidup menganggur. Alasan itu ditambah pula dengan menyebut fakta banyaknya kaum Muslimin yang tidur-tiduran tidak mau bekerja selama puasa, dan kalaupun dia datang memenuhi tugas tetapi badannya lemah lunglai dan prestasi kerjanya menurun banyak sekali.

Gejala yang demikian, kata orang itu selanjutnya, membuktikan bahwa puasa adalah latihan untuk memiskinkan ummat, yang senang hidup melarat dengan kurang makan dan tiada semangat kerja. Tidak mempunyai vitalitas dan karenanya tidak mempunyai prestasi.

Apakah memang demikian maksud tujuan puasa? Ayat di atas memberikan perbandingan-perumpamaan dari Allah, hidupnya seorang manusia-budak atau hamba, yang jiwanya tergadai dan dimiliki orang lain, yang tidak mampu berbuat apapun kecuali sekedar orang suruhan dan perintah semata. Karena jiwanya sudah tergadai, maka cita-citanya tidaklah tinggi. Kemauannya hanya mengikutkan perintah orang lain, yang dianggapnya menjadi "tuan"-nya. Segala hasil yang dicapainya bukanlah untuk dia, tetapi "tuan"-nya yang memerintah itu, dan baginya cukup sekedar sesuap pagi dan sesuap petang, atau kalaupun dia digemukkan maka hidupnya bagaikan sapi-sembelihan, yang semakin dia gemuk maka bertambah dekatlah saat ia diseret ke tempat pembantaian untuk disembelih dan dagingnya menjadi santapan bagi "tuan"-nya dengan segala tamunya.

Jika untuk demikianlah perintah puasa diwajibkan Tuhan, maka terlalu rendah tujuan yang dapat dicapai. Bukanlah puasa bertujuan untuk memiskinkan ummat Islam, untuk mencopoti segala vitalitasnya, dan bukan pula untuk melumpuhkan segala daya kekuatan supaya cocok menjadi hamba sahaya, yang tidak mempunyai kemampuan apapun.

Fitnah itu ditambahkan lagi karena melihat penghidupan ummat Islam umumnya di dalam kemelaratan dan kemiskinan, sehingga memudahkan untuk menjatuhkan tuduhan disebabkan latihan puasa untuk memiskinkan ummat.

II. Untuk menciptakan insan-budiman

Adapun tujuan puasa yang sebenarnya ialah mengangkat derajat kaum Muslimin menjadi Insan yang budiman, yang mempunyai budi luhur dan berhati kemanusiaan. Berulangkali Nabi mengatakan, bahwa "Alangkah banyaknya orang yang berpuasa yg tiada hasil baginya kecuali menahankan lapar dan dahaga". Dan dalam hadis yang lain Nabi bersabda pula: “Orang yang tidak meninggalkan kelakuan yang tidak senonoh dan masih melakukan/perbuatan itu, maka tiada perlunya bagi Tuhan orang itu menahankan makan dan minum (didalam puasanya).”

Bagaimana arti puasa yang sebenarnya, disebutkan oleh sahabat Jabir bin Abdullah :

"Apabila anda melakukan puasa, maka puasakanlah pendengaran, penglihatan dan lidah anda daripada melakukan segala kebohongan dan dosa, dan berhentilah daripada memarahi para pembantu anda. Hendaklah anda mempunyai ketetapan dan ketenteraman hati selama puasa, dan jangan dijadikan sama saja nilainya hari puasa dengan hari lain yang anda tidak melakukan puasa".

Dengan segala keterangan agama dapat disimpulkan, bahwa ibadat puasa dimaksud untuk menciptakan Insan Budiman, yang berhati baik kepada segala manusia, berdada lapang menghadapi segala persoalan.

III. Insan Budiman yang berhati dermawan

Meskipun betapa juga melaratnya seorang Muslim dalam penghidupannya sehari-hari, maka selama puasa dia melupakan segala kemelaratan dirinya dan kemiskinan hidup rumah tangganya. Dia dilatih menjadi orang mampu yang berhati dermawan, yang dapat menekan segala gejolak hawa-nafsunya dan dapat menundukkan kepentingan pribadinya kepada kepentingan masyarakat dan manusia lain umumnya. Jatuh hati kasihannya kepada segala perasaan dan penderitaan lainnya, meskipun dia sendiri sehari-hari ikut mengalami kepahitan penderitaan itu.

Ibnu Abbas menceritakan diri Nabi Muhammad SAW, bahwa beliau adalah manusia yang paling dermawan, dan saat dermawannya itu menonjol di waktu bulan (puasa) Ramadhan. Pada bulan itulah kitab suci Al-Quran diturunkan kepada beliau dengan dibawa oleh malaikat Jibril. Bahkan sifat pemurah beliau berbuat kebajikan lebih kencang dari hembusan angin" (riwayat Bukhari dan Muslim).

Dengan latihan demikian, semangat sosial dan saling membantu di kalangan Muslimin sangatlah tinggi. Semangat itu bukanlah didasarkan atas persamaan nasib dan menuntut gaji bersama, bukan didorong oleh kepentingan materi yang sama-sama diperjuangkan, dan bukan pula sebagai solidaritasnya kaum buruh yang semata-mata diilhami oleh kenaikan upah bersama.

Tetapi niatnya jauh lebih dalam dari demikian, yaitu semangat keagamaan. Melebihi dari tuntutan materi semata atau dorongan perasaan kemanusiaan, ia terletak di dalam iman dan percaya kepada Tuhan. Karena sumbernya dari keimanan, maka musnahlah segala pengaruh materi, kepentingan kebendaan. Dan yang ada dihadapannya hanya satu jua, ialah perintah Tuhan supaya lebih mementingkan kepentingan umum dari kepentingan pribadi, dan sangat mengalahkan kebutuhan dirinya demi kebutuhan umum atau orang lain.

Kalau orang yang memang miskin melarat tetap menerima latihan itu, apalagi mereka yang kaya dan hidup mampu, latihan puasa sangatlah pentingnya. Setiap mereka harus menjadi "tangan di atas yang memberi" untuk membantu segala orang dan segala kebutuhan umum yang merupakan "tangan di bawah yang meminta".

IV. Ummat yang penuh rasa kemanusiaan

Dalam segala pekerjaan bersama, baik berupa perjuangan maupun berupa pembangunan, senantiasa diperoleh tali penghubung yang mempertalikan antara si kaya dan si miskin, yaitu kesadaran infaq. Masing-masing mau turun uang dan bantuan menurut kemampuannya; si kaya mengasi banyak menurut kekayaannya, sedangkan si miskin mengasi pula menurut kadar kesanggupannya.

Abul Hasan Nadwi menerangkan, bahwa Masyarakat Islam meskipun menderita berbagai penyakit kemunduran yang sangat menyedihkan, tetapi di dalam suatu hal mereka adalah unggul, yaitu dalam sifat infaq. Betapapun juga sulit hidup yang mereka hadapi, tetapi di dalam menghadapi pekerjaan umum, muncullah sifat kemanusiaan yang tinggi dari mereka. Terjun bersama-sama menurut kadarnya.

Perhatikanlah mereka yang dilatih dengan ibadah puasa, diwajibkan harus membayar zakat fithrah yang dibayarkan kepada fakir miskin, supaya dapat menikmati bersama-sama akan bergembira menyambut hari raya 'ledul Fithri.

Berkat latihan infaq ini, seorang Muslim yang mempunyai 2 gantang korma, satu gantang ditahannya untuk keperluan rumah tangganya, dan segantang yang lainnya diserahkannya untuk kemanusiaan. Begitu juga seorang hartawan seperti Abdur Rahman bin 'Auf, yang memiliki uang 4.000 dirham, dia datang kepada Nabi dengan berkata :

- "Ya Rasulullah! Saya mempunyai uang 4.000 dirham, maka 2.000 dirham saya sumbangkan kepada Tuhan, sedangkan 2.000 dirham lagi. saya sediakan untuk kebutuhan keluarga saya.

- "Semoga Tuhan memberi pada uang yang anda infaq-kan, dan Tuhan memberi berkah pula atas uang yang anda tinggalkan untuk keluarga anda".

Demikianlah peristiwa yang terjadi di zaman Nabi. Semua mereka memikul tanggungjawab atas perjuangan bersama dan pembangunan bersama, masing-masing menurut kesanggupannya.

V. Marilah kita menjadi manusia Budiman

Pada tiap kali mengakhiri amal puasa, yang kita tutup dengan pembayaran zakat fitrah, lalu kemudian berhari raya bersama-sama, maka kita mendapat kesegaran baru menempuh dunia yang fana ini. Setelah satu bulan lamanya kita melakukan puasa untuk kita wujudkan latihannya untuk selama sebelas bulan menjelang datangnya bulan puasa mendatang.

Marilah kita dengan kepala tegak dan kesegaran yang baru, kita menghadapi hidup dunia ini, dengan jiwa baru, jiwa infaq, berkat latihan puasa yang sudah kita lalui.

Penulis : Drs. Ilhamuddin, Pimpinan Baznas Sidoarjo Wk 4

Bagikan:URL telah tercopy
Info Rekening Zakat

Info Rekening Zakat

Mari tunaikan zakat Anda dengan mentransfer ke rekening zakat.

BAZNAS

Info Rekening Zakat